Cuaca seakan makin tidak bersahabat bagi para petani dan pemilik kebun hingga awal November ini, tingginya curah hujan dan kencang angin akibat Badai Megy yang melanda wilayah Asia Tenggara masih terus dirasakan. Tingginya curah hujan tidak saja menyebabkan para spekulan dan pabrik karet makin teliti menilai kadar air karet namun juga berdampak bagi menurunya produksi akibat menurunnya frekuensi sadapan.
Namun kendala cuaca tersebut sepertinya telah terbayarkan, karena kini pemilik kebun karet di Sumater khususnya di Lampung dan Palembang dapat merasakan kegembiraan, disaat cuaca makin tidak bersahabat namun harga karet basah dan kering pada 3 bulan terakhir ini menunjukan sebuah pergerakan kenaikan yang cukup signifikan, yakni menembus harga Rp.12.000 s/d Rp.15.000 (harga karet basah di Lampung milik saya).
Secara global kenaikan ini rupanya akibat permintaan produksi karet dari spekulan mengalami kenaikan, karena jalur distribusi dan hasil produksi negara negara produsen karet seperti Indonesia dan Thailand diperkirakan memperoleh dampak yang buruk dari kondisi ini.
Alhasil akibat adanya sentimen tersebut mulai muncul spekulasi mengenai akan terganggunya produksi dan jalur distribusi sampai dengan akhir tahun ini.
Selain disebabkan kurangnya pasokan karet mentah, kenaikan disebabkan pula dari menguatnya harga minyak mentah global yang kini telah melampaui level 80 dollar per barel setelah sebelumnya sempat bergerak flat di kisaran antara 74-77 dollar per barel.
Tren positif dengan kenaikan harga yang terus bergerak naik selama 3 bulan hingga menembus pada kisaran harga Rp.12.000/kg mengantarkan karet basah ke posisi tertinggi, yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2008. Seperti kita ketahui harga karet pernah terpuruk pada krisis keuanganan global terjadi pada pertengahan 2008 lalu, harga karet sempat anjlok hingga Rp1.500/kg dari harga rata rata Rp.8000/kg.
Pada saat krisis keuangan global pertengahan 2008 terjadi, dari setiap hektare kebun karet hanya mampu memberikan pendapatan maksimal senilai 1,2jt, namun kini setiap hektare mampu memberikan pendapatan senilai Rp. 12 jt/bulan (asumsi rata rata hasil panen deres 800-1.000kg/ha.)
Kendala cuaca memang merupakan kendala terbesar yang dihadapi oleh pemilik kebun, di kala musim hujan tinggi produksi menurun akibat frekuensi penyadapan menurun. Sedangkan pada musim kemarau, produksi karet juga dapat turun sampai 60 persen, karena pohon karet meranggas dan gugur bunga.
Tetapi kendala cuaca saat ini menurut saya akan memberikan dampak positif bagi harga karet mentah di Asia, namun tantangan terberatnya adalah bagaimana para penyadap dapat mencari waktu yang tepat agar produksi karet tetap bertahan
judi sabung ayam
BalasHapus